Sunday, February 10, 2008

11 FEBRUARI 2008

JAKARTA 11 FEBRUARI 2008

Musim Hujan Material Vulkanik Merapi Masih Mengancam

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-Sekitar tiga juta meter kubik material vulkanik Gunung Merapi pada musim hujan masih menjadi ancaman bagi penduduk, terutama yang tinggal di sekitar Kali Gendol.

Material sebanyak itu, menurut Kepala Seksi Gunung Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta (BPPTK) Sri Sumarti di Yogyakarta, Senin, menjadi ancaman jika terjadi hujan dengan curah tinggi di puncak Merapi.

Ia mengatakan jika di puncak Merapi turun hujan dengan curah 100 mm/jam sedikitnya selama satu jam, material vulkanik tersebut diperkirakan dapat menjadi lahar dingin yang mengalir ke Kali Gendol.

Material vulkanik tersebut adalah sisa erupsi Gunung Merapi pada 14 Juni 2006. Pada erupsi waktu itu Merapi diperkirakan mengeluarkan material sebanyak 5,8 juta meter kubik, yang berupa endapan batu dan pasir. "Pada pascaerupsi sekitar dua juta meter kubik lebih material vulkanik diperkirakan sudah longsor ke arah aliran Kali Gendol," katanya.

Berdasarkan pengamatan BPPTK, pada 30 Desember 2007 di puncak Merapi terjadi hujan dengan curah tinggi yang menimbulkan aliran lahar dingin ke Kali Gendol dengan jarak luncur tujuh kilometer dan berhenti di Kali Adem.

Gunung Merapi dengan ketinggian 2.965 meter di atas permukaan laut itu terletak di perbatasan Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta .



JAKARTA 11 FEBRUARI 2008

Ibukota akan Diwarnai Hujan dan Berawan Sepanjang Hari

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-Seluruh wilayah di DKI Jakarta diperkirakan tetap akan diguyur hujan berintensitas ringan hingga sedang dan diselingi dengan kondisi berawan hujan yang terjadi mulai Senin pagi hingga malam harinya .

Menurut keterangan dari Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) hujan dengan intensitas ringan hingga sedang tersebut juga harus diwaspadai karena terdapat kemungkinan disertai petir.

Selain itu, berbagai daerah di sekitar ibukota seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, diperkirakan juga akan hujan dengan intensitas ringan hingga sedang sepanjang hari.
Sedangkan kondisi yang diperkirakan hanya akan berawan pada siang hari terdapat di wilayah Kepulauan Seribu.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertamanan DKI Sarwo Handayani mengatakan, hujan lebat yang terjadi pada Sabtu (9/2) hingga Minggu (10/2) menyebabkan sedikitnya 25 pohon bertumbangan di berbagai wilayah di ibukota.

Sarwo memaparkan, pihaknya juga telah dan akan tetap terus melakukan pengecekan secara berkala terhadap semua pohon yang rawan tumbang di Jakarta.

Pengecekan tersebut, lanjutnya, dilaksanakan antara lain dengan memangkas batang atau dahan pohon yang daunnya dirasakan terlalu rimbun sehingga dapat membahayakan para pengguna jalan.

Hujan deras yang mengguyur Jakarta pada Sabtu (9/2) juga menyebabkan jatuhnya baliho atau papan iklan berukuran besar yang terletak di Jalan Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Peristiwa tersebut menyebabkan seorang pejalan kaki yang sedang melintas tertimpa dan mengalami luka ringan.



JAKARTA 11 FEBRUARI 2008

Pemuda Harus Ikuti Logika Demokrasi Jika Ingin Memimpin

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)

INDEPENDENT-Era demokrasi tidak lagi menganut kepemimpinan yang didapat melalui sistem penempatan atau penunjukan, karena itu generasi muda yang akan menjadi calon pemimpin bangsa harus mengikuti hukum pasar demokrasi, yakni dikenal, disukai, dipercaya, dipilih.

"Kepemimpinan yang ditempatkan atau ditunjuk, sudah salah musim," kata Koordinator Kaukus Indonesia Kita (KaKi) Anas Urbaningrum di Jakarta, Ahad. Hukum pasar demokrasi ini merupakan hal yang logis. "Tak akan disukai kalau tidak dikenal, tak akan dipercaya kalau tidak disukai. Kalau sudah dipercaya baru dipilih," kata salah seorang ketua di DPP Partai Demokrat itu.

Selain mengikuti logika demokrasi, calon pemimpin juga harus berani menakar sesuai kemampuan yang dimiliki. Ibarat orang mau pakai baju, ia harus tahu ukurannya. "Jangan sampai pakai baju 'kedodoran' sehingga menimbulkan kesan tidak pantas. Kalau memang tidak pantas, jangan dipaksakan," katanya seraya menambahkan bahwa melawan logika bukan hanya berani dengan modal nekad, tapi juga "kegenitan".

Mantan Ketua Umum PB HMI itu mengharapkan generasi muda yang berminat menjadi calon pemimpin bangsa harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, sesuai logika demokrasi. "Kaum muda harus bekerja dengan logika," katanya. Sehari sebelumnya, Kaki menyelenggarakan diskusi 100 tahun kebangkitan nasional yang diselenggarakan Kaukus Indonesia Kita (KaKi) di Jakarta.

Diskusi bertajuk ?revitalisasi dan reaktualisasi spirit kebangsaan? yang dipandu Rahma Sarita, menampilkan narasumber dari generasi muda, yakni Anas Urbaningrum (politisi), Hariyadi Sukamdani (pengusaha), Nurul Arifin (artis) dan Didik Suprianto (wartawan).

Blue print
Dalam diskusi itu Hariyadi Sukamdani menyayangkan pemerintahan dalam era reformasi sekarang tidak mempunyai konsep besar atau cetak biru (blue print) bagi kepentingan bangsa ke depan. Kalau dulu perencanaan pembangunan dirumuskan melalui Repelita, presiden di era reformasi memiliki program sendiri-sendiri, tidak ada kesinambungan antara pendahulu dengan penerusnya.

Hal itu mengakibatkan terjadinya pengotak-kotakan antara politisi, birokrat dengan masyarakat. Masing-masing punya dunia sendiri dan tidak ada koordinasi. Gejala ini sangat menghambat kemajuan yang ingin dicapai ke depan.

Ia juga menyoroti dominasi asing yang menguasai usaha di Indonesia , misalnya di sektor pertambangan, perbankan, telekomunikasi dan lainnya. Dalam privatisasi Indosat sebenarnya tidak perlu dijual ke Temasek (Singapura), karena perusahaan nasional (BUMN) seperti PT Jamsostek, sebenarnya bisa membeli saham Indosat yang saat itu seharga sekitar Rp 5 triliun.

Para pengusaha juga merasakan keresahan dengan makin maraknya usaha retail asing yang mengancam usaha pribumi. Di luar negeri, usaha retail ini hanya boleh beroperasi di pinggiran kota, tapi di Indonesia justru menjamur di tengah kota. "Semua ini terjadi karena Indonesia belum punya blue print ke depan," ujarnya.

Menjawab pertanyaan tentang kualitas SDM, Nurul Arifin berpendapat, sebenarnya SDM bisa menjadi andalan bila dididik dengan baik. Namun disayangkan sistem pendidikan sekarang mengarah komersial sehingga hanya mereka yang mampu saja yang dapat menikmati kuliah di perguruan tinggi. "Ini terjadi mungkin karena pemerintah belum melaksanakan 20 persen APBN untuk pendidikan," kata Nurul.

Ia menunjuk Universitas Gajah Mada yang hanya memberi jatah 18 persen untuk mahasiswa yang masuk melalui jalur testing. Mestinya perguruan tinggi memberikan kesempatan lebih besar terhadap mahasiswa yang memang pintar meski secara ekonomi tidak mampu, sehingga mereka nantinya bisa berkembang menjadi calon-calon pemimpin.

Langkah komersial yang dilakukan dunia pendidikan sekarang, menyebabkan kualitas pendidikan makin menurun. "Kalau dulu Malaysia banyak berguru ke Indonesia, sekarang justru berbalik. Banyak orang Indonesia yang sekarang berguru ke Malaysia," katanya.



JAKARTA 11 FEBRUARI 2008

Penggabungan Sisa Suara ke Provinsi Jadikan Sistem Rumit


(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-Pengamat politik, Hadar Navis Gumay berpendapat gagasan penghitungan sisa suara atau kursi yang digabungkan ke tingkat provinsi dan nasional, bisa menjadikan sistem rumit.

"Tidak hanya menjadikan sistem rumit, tetapi juga mengaburkan keterwakilan dengan sistem daerah pemilihan yang jelas," kata Hadar yang juga Direktur Eksekutif Central for Electoral Reform (Centro) di Jakarta, Senin.

Menurut Hadar Navis , pengabungan tersebut akan menghilangkan sistem yang terbuka dan langsung serta akan menciptakan dua macam anggota dewan yang mewakili daerah pemilihan dan tidak.

Sebelumnya, PKB bersikukuh mengusulkan teknik penghitungan sisa suara pemilu 2009 dibawa ke provinsi atau nasional.

Model tersebut, diakui bisa saja membuat suara tidak selalu dialokasikan ke daerah asal. Kalaupun itu terjadi, akan diupayakan kursi dialokasikan ke daerah terdekat.
Selain itu, anggota dewan yang menjadi anggota DPR bukan dari daerah pemilihannya, mereka harus menampung aspirasi di dua daerah tersebut.

Pada Pemilu 2004, jatah kursi yang dimenangkan suatu parpol pasti habis dibagi di setiap daerah pemilihan. Sisa kursi setelah dikurangi caleg yang mampu melampaui BPP (bilangan pembagi pemilih) langsung dibagi ke caleg-caleg partai bersangkutan yang nomor urutnya teratas.

Dengan sistem tersebut, untuk PKB yang sebenarnya memperoleh suara terbesar ketiga, perolehan kursinya di DPR berada pada urutan keenam. Perolehan kursi PKB berada di bawah PPP, Partai Demokrat, dan PAN yang perolehan suaranya sebenarnya berada di bawahnya.

Hadar menilai, gagasan penghitungan sisa suara yang digabungkan ke tingkat provinsi dan nasional, merupakan metode yang tidak akan memberikan manfaat kepada parpol kecil, karena penerapan dikombinasikan dengan parliamentary threshold (PT) yang tinggi.

"PT memang lebih efektif, namun jangan terlalu tinggi. PT yang tinggi akan menjadikan sistem politik yang tertutup," katanya. Sirkulasi elite, tambah Hadar, akan tidak jalan dan pemilu akan hanya menjadi milik partai politik di dewan sekarang. "Bukan milik masyarakat yang mendambakan pengantian dan perubahan," ujar Hadar.