Friday, February 29, 2008

29 FEBRUARI 2008


JAKARTA 29 FEBRUARI 2008

Buronan Singapura Kemungkinan Besar Kabur ke Indonesia

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Buronan teroris Singapura Mas Selamat Kastari kemungkinan besar mencoba kabur ke Indonesia, kata profesor Australian Defence Force Academy, Clive Williams.

"Karena kalau ia menetap di Singapura, dia akan lebih mudah tertangkap," katanya di Batam, Jumat. Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Kepri) Brigjend Pol Sutarman menyepakati perkiraan Williams. Menurut Sutarman, Selamat memahami seluk-beluk geografis Indonesia.

"Dia sangat tahu bagaimana cara-cara masuk ke Indonesia (secara ilegal)," katanya. Terlebih, pada 2001, saat Selamat dikejar abatan Keselamatan Dalam Negeri Singapura (ISD), dia juga kabur ke Pulau Bintan dan Karimun, yang kini tergabung dalam Provinsi Kepri.

Meskipun penjagaan keluar-masuk Singapura dari udara, laut dan darat diperketat, namun kemungkinan dia sudah melarikan diri ke luar Singapura besar, mengingat rentang waktu antara Selamat lolos dengan pemberitahuan ke publik empat jam.

Hal tersebut disesalkan anggota parlemen Singapura Teo Ho Pin. "Kenapa kementrian membutuhkan waktu begitu lama, empat jam untuk memberitahukan ke publik. Selamat tidak bersenjata, tidak seperti kasus Dave Teo, jadi kenapa kita tidak melibatkan publik membantu penangkapan dia," kata Teo.

Sementara itu, Polda Kepri menyebarkan poster pencarian Selamat ke seluruh pelabuhan yang tersebar di Kepri, sejak Kamis (27/2). Selamat kabur setelah diizinkan ke kamar kecil usai bertemu keluarganya, Rabu sore.

Mas Selamat Kastari diduga merencanakan merampas pesawat yang akan digunakan untuk menabrak Bandara Changi, Singapura. Pada 2001 Jabatan Keselamatan Dalam Negeri (ISD) memburu dia atas truduhan beberapa rencana terorisme.

Dia lari dan bersembunyi di Kepulauan Riau. Tahun 2003, dia tertangkap polisi di Bintan dan didakwa 18 bulan penjara karena kepemilikan KTP palsu. Selepas dari penjara Tanjungpinang, dia kabur ke Jawa Timur.

Di bawah pimpinan Sutarman yang kala itu menjabat Direktur Reskrim Polda Jawa Timur, Mas Selamat Kastari kembali ditahan dua tahun penjara atas kepemilikan KTP palsu. Pada 3 Februari tahun 2006, Mas Selamat Kastari bebas dari kurungan penjara Polda Jatim yang kemudian menyerahkannya ke aparat keamanan Singapura.


www.news-independent.blogspot.com


JAKARTA 29 FEBRUARI 2008

Kejagung Bubarkan Tim Penyelidik BLBI

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Kejaksaan Agung resmi membubarkan tim 35 jaksa penyelidik dua kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) karena hasil penyelidikan kasus tersebut menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

"Tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum yang mengarah ke tindak pidana korupsi," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kemas Yahya Rahman ketika mengumumkan hasil penyelidikan kasus tersebut, Jumat. Ke-35 jaksa tersebut nantinya akan dikembalikan ke tugas fungsional untuk menangani sejumlah kasus tindak pidana khusus yang lain.

Kejaksaan Agung, katanya, akan memberikan penghargaan kepada anggota tim tersebut yang dinilai berprestasi. Tim penyelidik yang telah dibubarkan, kata Kemas, menyimpulkan tidak ada perbuatan melanggar hukum dalam dua kasus BLBI.

Dua kasus tersebut adalah penyerahan aset obligor atau pemegang saham pengendali (PSP) atas kucuran BLBI pada 1997 dan 1998. Kejaksaan Agung menyelidiki dugaan pelanggaran hukum penyerahan aset obligor atau pemegang saham pengendali (PSP) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam dua kasus tersebut.

Pada 18 Juli 2007, Kemas memaparkan, pada 1998 terjadi kucuran BLBI sebesar Rp35 triliun. Dalam rangka pelaksanaan "Master Settlement for Acquisition Agreement" (MSAA) pada September 1998, Jumlah Kewajiban Pemegan Saham (JKPS) atas kucuran tersebut meningkat menjadi Rp 52,7 triliun. Kemudian BPPN menindaklanjuti perhitungan itu dengan bantuan auditor independen dengan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu Rp 52,6 triliun.

Dengan begitu, kata Kemas, maka obligor diperkirakan akan dapat menyerahkan aset kepada negara. Kemudian, 108 perusahaan yang terafiliasi dalam Grup Salim menyerahkan aset untuk pelunasan. Pada 2006, perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan nilai aset yang diserahkan kepada negara hanya Rp 19 triliun, lebih sedikit dari nilai awal kucuran BLBI dan JKPS.

Kemudian kasus yang kedua adalah kucuran BLBI sebesar Rp 37 triliun pada 1997. Berdasar audit BPK, dana BLBI membengkak menjadi Rp49,189 triliun, dengan JKPS sebesar Rp 28,408 triliun setelah dikurangi aset bank penerima BLBI sebesar Rp 18,850 triliun.

Penyerahan aset senilai Rp 28,408 triliun itu akan dibayar tunai Rp 1 triliun dan penyerahan aset senilai Rp 27,495 triliun. Namun demikian, setelah dilakukan perhitungan oleh auditor dari Pricewaterhouse Cooper pada 2000, nilai aset hanya Rp 1,441 triliun. Nilai aset itu mengalami kenaikan menjadi Rp1,819 triliun setelah dijual dan masih terdapat sisa aset sebesar Rp 640 miliar.

Dengan begitu, uang yang diterima BPPN hanya Rp 3,459 triliun yang terdiri dari pembayaran tunai (Rp1 triliun), penjualan aset (Rp1,819 triliun), dan sisa aset (Rp640 miliar). Jampidsus menegaskan, pengembalian utang telah dilakukan oleh pemegang saham atau penanggung BLBI. Perhitungan nilai aset juga dilakukan oleh auditor independen dengan tidak menyalahi aturan hukum. "Semua telah dilaksanakan dengan ketentuan hukum yang berlaku," kata Jampidsus.

Dia menyadari telah terjadi penurunan aset setelah penjualan, sehingga ada selisih yang sangat besar antara nominal kucuran BLBI dengan nominal aset yang diserahkan kepada negara sebagai pembayaran hutang. Penyusutan itu, kata Jampidsus, merupakan masalah ekonomi yang tidak ada kaitannya dengan pelanggaran hukum.

Dia mencontohkan aset PT Dipasena milik Sjamsul Nursalim yang terjerat kasus BLBI mengalami penurunan ketika akan dijual pada 2007. Awalnya aset yang ditaksir bernilai Rp19 triliun tersebut akan digunakan untuk menutup hutang BLBI. Ketika aset tersebut akan dijual dan diaudit pada 2007, aset tersebut hanya bernilai Rp 400 miliar.

Untuk itu, Jampidsus menyimpulkan, penurunan nilai aset yang diserahkan kepada negara merupakan masalah ekonomi yang menjadi kewenangan Departemen Keuangan.
"Ini kami serahkan sepenuhnya kepada Menteri Keuangan," kata Jampidsus.


www.news-independent.blogspot.com



JAKARTA 29 FEBRUARI 2008

Menhub: Mobil Tabrak Pesawat Garuda, Insiden Serius

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal menilai dua kasus mobil menabrak pesawat milik PT Garuda Indonesia (Garuda) di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali, pekan ini, tergolong insiden serius.

"Itu tak boleh terjadi. Mobil tabrak pesawat sama dengan sapi tabrak pesawat di Papua beberapa waktu lalu. Karena itu, ini tergolong insiden serius dan untuk itu saya telah meminta KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) untuk turun ke Bali," katanya menjawab pers di Departemen Perhubungan, Jakarta, Jumat (29/2).

Sebelumnya pada Senin (25/2), mobil katering PT Aerowisata Catering Service di Bandara Ngurah Rai menabrak pesawat Garuda tujuan Denpasar-Jakarta. Pesawat yang baru mendarat dari Singapura itu mengalami kerusakan dan tergores sepanjang 80 cm akibat tertabrak sehingga harus mengalihkan seluruh penumpangnya ke pesawat lain.

Ternyata, pada Rabu (27/2), mobil bagasi PT Gapura Angkasa menabrak pesawat Garuda GA-401 rute Denpasar-Jakarta, tetapi pesawat bisa langsung diterbangkan melayani rute lainnya. Kedua mobil tersebut merupakan milik anak perusahaan Garuda.

Menurut Jusman, pesawat udara di sebuah bandara sebenarnya harus terisolir dan karena itu tak boleh didekati orang tak dikenal atau tanpa identitas, termasuk barang berbahaya. "Ini prosedur keselamatan secara internasional," katanya.

Untuk itu, Jusman meminta pihak terkait di bandara untuk bekerja sama dengan baik. "Pihak Administrator Bandara (Adbandara) sebagai wakil pemerintah atau regulator harus lebih tegas lagi dan mengetatkan pengawasan secara intensif," katanya.

Jusman menegaskan, seluruh pergerakan di dalam bandara harus mampu diawasi dengan baik, khususnya di wilayah udara (air side). "Adbandara tak hanya mengawasi penumpang keluar-masuk, tetapi harus semuanya," katanya.

Jusman juga menyatakan, pihaknya menyayangkan kejadian itu. "Untuk itu harus di-investigasi agar kejadian serupa tak terjadi lagi di kemudian hari," katanya.

Ketua KNKT Tatang Kurniadi saat dihubungi secara terpisah membenarkan soal kejadian itu sebagai sebuah insiden serius.

"Kejadian sekecil apa pun di sebuah bandara internasional tak bisa ditolerir karena nilai psikologisnya sangat besar bagi komunitas penerbangan," kata Tatang.

Dengan demikian, kata Tatang, yang ingin ditegakkan adalah bukan kecil atau besarnya sebuah kejadian, tetapi semua yang terjadi di Bandara Internasional harus terjamin dan hal itu tak perlu terjadi. "Tim KNKT akan turun ke Bali, besok (1/3)," kata Tatang.

www.news-independent.blogspot.com


JAKARTA 29 FEBRUARI 2008

Rumusan Anggaran Pendidikan Sejak Awal tidak Jelas

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Rumusan penetapan alokasi anggaran pendidikan sedikitnya 20 persen dari APBN dan ABPD sejak awal memang tidak jelas sehingga malah memicu perdebatan yang berakhir dengan putusan pahit dari Mahkamah Konstitusi.

Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof. Soedijono Sastroatmodjo ketika ditemui di kampus setempat, Jumat, mengatakan, pada saat MPR menetapkan anggaran pendidikan minimal 20 persen, kala itu terlalu tergesa-gesa karena ada desakan dari berbagai pihak untuk menaikkan persentase seperti di negara-negara Asia Tenggara.

Pada saat itu, katanya, persentase anggaran pendidikan yang dialokasikan APBN dan APBD memang masih sangat kecil, padahal negara-negara tetangga sudah tinggi. Yang kemudian terjadi, katanya, tanpa memperhitungkan kemampuan pemerintah dan rumusannya, lalu disepakati 20 persen.

"Seharusnya kala itu komponen-komponen anggaran yang dimasukkan dalam anggaran sektor pendidikan diperjelas. Hal ini tidak perlu diperdebatkan bila sudah ada rumusan yang jelas," kata doktor di bidang hukum itu.

Ia diminta tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan, gaji guru dan dosen masuk hitungan dalam persentase anggaran pendidikan sebanyak 20 persen. Karena rumusannya tidak jelas akhirnya perdebatan tersebut berakhir di Mahkamah Konstitusi, yang disebut Soedijono sebagai putusan yang mengerdilkan substansi alokasi anggaran sektor pendidikan.

Meskipun Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan, menurut dia, kemungkinan berubah masih tetap ada, misalnya ada gerakan politik kuat yang mampu mengubah putusan tersebut. Dalam kesempatan terpisah, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah Dr. Sudharto mengatakan, putusan MK menjadikan pemerintah sudah merasa memenuhi ketentuan UUD 1945 yang menyebutkan alokasi anggaran pendidikan sekurangnya 20 persen dari APBN dan APBD.

Sudharto yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Jateng itu mengatakan, dengan dimasukkannya gaji pendidik dalam hitungan anggaran pendidikan berarti pemerintah saat ini sudah hampir memenuhi amanat konstitusi 20 persen dari APBN.

Pada APBN 2007 alokasi anggaran pendidikan baru sekitar 11 persen namun bila gaji guru dimasukkan di dalamnya, persentasenya hampir 19 persen. "Dengan demikian, tinggal sedikit lagi pemerintah menganggap sudah memenuhi amanat konstitusi dan merasa tidak bersalah bila ternyata mutu peserta didik nantinya di bawah standar," katanya.

Dengan alokasi anggaran pendidikan seperti sekarang, menurut dia, tidak terlalu banyak yang bisa diharapkan, baik dari aspek peningkatan sarana pendidikan maupun perbaikan kesejahteraan pendidik.

www.news-independent.blogspot.com


JAKARTA 29 FEBRUARI 2008

Kepala BNP2TKI Menindak Klinik Kesehatan TKI Bermasalah

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat melarang klinik pemeriksaan kesehatan khusus TKI, Dewi Sartika Medical Centre, yang beralamat di Jalan Raya Condet memeriksa kesehatan calon TKI karena dinilai tidak memenuhi standar minimum pelayanan pemeriksaan.

"Klinik ini sudah melanggar peraturan. Departemen Kesehatan menyatakan tarif paling murah adalah Rp 300.000 dan paling mahal Rp 600.000 per-TKI. Tetapi klinik ini menetapkan biaya pemeriksaan kesehatan hanya Rp 150.000 dengan mengorbankan kualitas pelayanan," kata Jumhur ketika melakukan inspeksi mendadak ke tiga sarana kesehatan, yaitu Dewi Sartika Medical Centre, Bakhtir Medical Centre dan An-Nur Medical Centre di Jakarta, Kamis.

Jumhur mengungkapkan, akibat pemeriksaan kesehatan yang dinilainya asal-asalan selama ini, ada empat persen TKI yang telah ditempatkan kemudian dikembalikan dan ada juga yang kemudian meninggal dunia atau hamil.

"Di meja saya ada 168 TKI di tahun 2007 yang meninggal akibat pemeriksaan kesehatan yang asal-asalan. Karena jelas terbukti mereka melanggar, saya meminta kepada PJTKI agar tidak menggunakan klinik Dewi Sartika," katanya. BNP2TKI akan meminta Departemen Kesehatan untuk mengaudit kinerja sarana kesehatan. Pelanggaran lain yang dilakukan klinik itu adalah pindah alamat tanpa melapor ke Depkes dan instansi terkait.

Dampaknya, BNP2TKI tidak akan memproses penempatan TKI yang memeriksakan kesehatannya di sarana kesehatan tersebut. Jumhur juga menyatakan setiap TKI yang ditempatkan harus sehat. Diakuinya, melarang pelayanan kesehatan calon TKI memang bukan kewenangan BNP2TKI. "Tetapi saya ingin norma-norma penempatan dipenuhi," katanya.

Tak Berwenang
Secara terpisah, Ketua Himpunan Perusahaan Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani menyatakan BNP2TKI tidak memiliki wewenang untuk menindak klinik pelayanan kesehatan TKI. "Yang berhak mengawasi dan menindak pelanggaran adalah Depkes dan Depnakertrans. Kedua departemen pernah menjalin kesepemahaman tentang klinik kesehatan khusus TKI," kata Yunus.

Dia juga meminta agar perusahaan jasa TKI (PJTKI) dan TKI tidak dibuat bingung dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah. "Kami ingin pembagian kerja yang jelas anatar Depnakertrans dan BNP2TKI. Jika masalah regulasi dan pengawasan di merupakan wewenang Depnakertrans, maka BNP2TKI hendaknya memainkan perannya sesuai dengan wewenang yang diberikan," kata Yunus.

Dia mengatakan dalam UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI dinyatakan bahwa pemerintah juga diijinkan menempatkan TKI. "Jika, yang dimaksud adalah BNP2TKI, maka posisi badan itu sama dengan PJTKI, dimana PJTKI adalah perusahaan swasta maka BNP2TKI adalah perusahan pemerintah," kata Yunus.

Jika, demikian, kata Yunus, maka BNP2TKI tidak memiliki wewenang untuk melakukan penegakan hukum, sama halnya dengan PJTKI swasta lainnya. Sementara, Ketua Badan Otonom Ikhlas Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apajati) Rusdi Basalamah menyatakan pihaknya mendukung upaya pembenahan sarana kesehatan yang dilakukan BNP2TKI.

"Sepanjang itu sesuai koridor hukum, monggo, kami akan mendukung karena tentu diharapkan itu bisa mendidik. Tetapi, pembenahan itu hendaknya jangan karena pemberitaan-pemberitaan yang ada selama ini," katanya.

Rusdi juga mempertanyakan wewenang Jumhur melarang Dewi Sartika karena yang memiliki kewenangan adalah Menkes dan Menakertrans. "Mas Jumhur, jangan salah melangkah. Itu bukan kewenangan dia," kata Rusdi.

Dia mengungkapkan Dewi Sartika tiga minggu lalu telah mengajukan surat ke kelurahan setempat dan juga ke Menteri Sosial dan Menko Kesra, untuk memberikan bantuan berupa surat keterangan keluarga miskin (Gakin) agar biaya pemeriksaan calon TKI murah atau bahkan gratis.
"Kami ingin memberikan pelayanan terbaik kepada TKI," katanya.

Merampas Dokumen
Pimpinan Dewi Sartika Medical Centre Mahdi Alatas mendukung upaya pembenahan yang dilakukan oleh BNP2TKI. Namun, kegiatan Sidak ke tempatnya terkesan hanya mengejar bukti dan merampas dokumen pencatatan dan di bagian pelayanan (costumer service).n"Kok bisa begitu, sangat saya sayangkan. Itu kan bukan wilayahnya, kita berijin dari Depnakertrans dan Depkes," kata Mahdi.

Mahdi juga mempertanyakan penetapan biaya minimum pelayanan kesehatan Rp 300.000 per-TKI yang ditetapkan BNP2TKI dengan mengacu pada Gulf Country Committe Approved Medical Centre Association (Gamca) yang sebesar Rp 175 ribu, lalu ada yang dikembalikan ke sarana kesehatan sebesar Rp 75 ribu setelah dua hari dan diendapkan di Gamca.

"Sisanya, Rp 50.000 tidak jelas, ke mananya. Ini yang kami persoalkan, transparan lah, angka itu ada yang belum transparan karena tidak ada aturan tertulisnya," kata Mahdi.
Sementara itu, Direktur Utama An-Nur Medical Centre Aswan Bakri menyatakan pihaknya sudah mulai menerapkan pola tarif dan sistem pemeriksaan kesehatan TKI yang telah dibuat oleh Depkes.

"Kita melakukan 15 item pemeriksaan kesehatan kepada calon TKI yang ditempatkan ke Saudi dan Kuwait dengan biaya Rp 300.000. Ke Singapura hanya 6 item saja dengan biaya hanya Rp 150.000," kata Aswan.

www.news-independent.blogspot.com