Tuesday, February 26, 2008

26 FEBRUARI 2008

JAKARTA 26 FEBRUARI 2008

Perubahan UUD 45 Akibatkan Kewenangan MPR Turun Drastis

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Berdasarkan hasil kajian Tim Kerja MPR RI tentang status hukum Tap MPRS dan Tap MPR RI tentang status hukum Tap MPR RI Nomor 1 tahun 2003 sampai dengan Februari 2007 dari sebanyak 139 Tap yang masih berlaku hanya 13 tap.

Perubahan status Tap MPR tersebut, terjadi karena adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 pada rumusan pasal 1 ayat 2 yang berbunyi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD memang berimplikasi pada kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. Sedangkan perubahan tugas dan wewenang MPR tersebut, berimplikasi pada materi dan status hukum ketetapan MPRS dan MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 hingga tahun 2002.

Kondisi tersebut juga mengakibatkan kewenangan MPR berkurang drastis, mengingat MPR yang sebelumnya sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini setara dengan lembaga lain, seperti Presiden, DPR, DPD, BPK, MA, dan Mahkamah Konstitusi. Akibatnya, masing-masing lembaga berhak menyusun garis-garis besar haluan negara sendiri.

"Kondisi tersebut juga mengakibatkan pengawasan terhadap presiden sulit dilakukan. Bahkan, presiden tidak pernah bersedia mendatangi interpelasi, karena ada Undang-Undang yang mengaturnya," katanya. Ia mengungkapkan, sejumlah Tap MPR dihapuskan karena dianggap bertentangan dengan UUD 45. Hanya saja, jika Tap MPRS dicabut, seketika negara akan terjadi kekacauan, sehingga MPR diberi wewenang dalam peraturan peralihan.

"Akhirnya MPR diberi wewenang untuk meninjau kembali seluruh Tap MPRS dan Tap MPR sebanyak 139 tap untuk memilih mana yang bisa dicabut atau tidak," katanya. Kemudian keluar Tap MPR RI Nomor 1 tahun 2003, yang menyatakan seluruh Ketetapan MPRS dan MPR RI yang berjumlah 139 di kelompokkan ke dalam enam pasal yang disesuaikan dengan materi dan status hukumnya.

Sebanyak 13 ketetapan yang masih berlaku terdapat pada pasal 2 yang terdapat sebanyak tiga ketetapan, masing-masing tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, tentang partai politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, dan tentang penentuan pendapat Timor Timur.
Sedangkan pasal 4 terdapat 11 ketetapan, satu diantaranya dinyatakan tidak berlaku.

Masing-masing ketetapan yang masih berlaku tersebut tentang pengangkatan perlawanan ampera, tentang penyelenggaraan negera bersih dan bebas KKN, otonomi daerah, tentang pemisahan tentara nasional indonesia dan peran kepolisian negara RI, tentang peran tentara nasional Indonesia dan peran kepolisian negara RI, etika kehidupan berbangsa, visi Indonesia masa depan, rekomendasi kebijakan pemberantasan dan pencegahan KKN, tentang pembaruan agraria dan pengelolaan SDA.

Sedangkan pasal 1, 3, 5, dan pasal 6 yang terdapat 126 ketetapan yang dinyatakan tidak berlaku. "Hanya saja, pembuat Undang-Undang lalai tidak memasukkan ke-13 Tap tersebut sebagai sumber hukum tetap," katanya.


www.news-independent.blogspot.com


JAKARTA 26 FEBRUARI 2008

RI Pertimbangkan Beli Jet Tempur F-16 dari AS

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Pemerintah Indonesia tengah memertimbangkan pembelian enam jet tempur F-16 Fighting Falcon varian terbaru dari Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan kesiapan tempur TNI Angkatan Udara (TNI-AU).

"Kita sedang memertimbangkan tawaran jet tempur F-16 dari AS sebanyak enam unit, dengan masa pembiayaan empat hingga lima tahun," kata Menhan Juwono Sudarsono, usai pertemuan Menteri Pertahanan (Menhan) AS Robert Gates dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Kepresidenan di Jakarta, Senin (25/2).

Ia mengatakan, pembelian enam unit F-16 Fighting Falcon itu untuk melengkapi sepuluh unit pesawat sejenis varian A/B milik TNI AU yang akan di-'up grade' (ditingkatkan kemampuannya).

Menhan menambahkan, pembelian enam unit F-16 itu akan memakai mekanisme pembiayaan 'multiyears' sesuai kesepakatan dengan Departemen Keuangan dan Komisi I DPR RI.

"Kami juga masih memertimbangkan apakah pembiayaannya akan dilakukan melalui mekanisme FMF (Foreign Military Financing) dan FMS (Foreign Military Sale). Semua juga tergantung DPR karena pada tahun ini pemerintah tengah memfokuskan anggaran pada kesejahteraan rakyat," ujar Juwono menambahkan.

Ia menjamin, rencana pembelian F-16 tersebut tidak akan berpengaruh terhadap komitmen RI dengan pemerintah Rusia dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI.

"Masing-masing negara memiliki kelebihan dan kekurangan. Kesulitan dengan AS adalah masalah birokrasi sedangkan kesulitan dengan Rusia adalah masalah pembayaran," tutur Juwono.

Sementara itu, Komandan Komando Pemeliharaan Material TNI AU (Koharmatau) Marsekal Muda Soenaryo kepada ANTARA mengatakan, TNI AU kini memiliki sepuluh unit F-16 Fighting Falcon. Dari jumlah itu, enam masih dinyatakan laik pakai.

"Sepuluh unit yang kita pakai merupakan jenis A/B dan akan ditingkatkan kapasitasnya mendekati varian terbaru Block 52 F-16 Fighting Falcon C/D multi role, terutama untuk sistem avioniknya," ujarnya.

Dalam pertemuan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Madya Subandrio dengan Under Secretary of The Air Force For International Affair Bruce S. Lemkin, di Jakarta akhir pekan silam, Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk membeli Block 52 F-16 Fighting Falcon C/D multi role dan pesawat angkut berat 130-J Hercules.


www.news-independent.blogspot.com

JAKARTA 26 FEBRUARI 2008

Menhan AS Bantah Campuri Penarikan Buku Menkes RI

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates membantah pemerintah Amerika Serikat mengajukan kompensasi berupa penawaran bantuan militer kepada Indonesia bila versi berbahasa Inggris dari buku perdana Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari yang berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung ditarik dari peredaran.

"Tidak benar. Pemerintah AS menawarkan bantuan bila buku itu ditarik," kata Gates di Kantor Kepresidenan Jakarta, Senin (25/2), usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Bahkan menurut Gates, buku Siti Fadilah yang memuat berbagai fakta terkait mekanisme pengiriman virus flu burung, sama sekali tidak dibahas dalam pertemuannya dengan Presiden Yudhoyono, "Kami tidak membicarakan masalah itu," katanya.

Namun Gates tidak memberikan jawaban ketika ditanya apakah Amerika Serikat meneliti dan menjajaki kemungkinan pembuatan senjata biologis dari sampel-sampel virus flu burung.

Sebelumnya Menteri Kesehatan RI menyatakan akan menarik peredaran dan merevisi versi berbahasa Inggris dari buku perdananya menyusul adanya sangkalan dari pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai beberapa fakta di dalam buku itu.

Pemerintah Amerika Serikat juga disebut-sebut sebagai salah satu pihak yang menyangkal beberapa fakta yang ditulis Menteri Kesehatan RI dalam buku perdananya.

"Yang bahasa Inggris ditarik, yang berbahasa Indonesia tidak karena justru (dalam buku) bahasa Inggris itu, ada kalimat-kalimat yang harus diedit karena tidak sesuai dengan versi Indonesianya," katanya.

Tentang protes dan sangkalan yang disampaikan WHO, Siti Fadilah tidak menanggapinya secara serius dan hanya mengatakan, "Ini kan sudah zamannya demokrasi, saya bisa menulis, kalau ada yang menyangkal boleh saja."

Dia juga berkelakar protes dan sangkalan itu justru membuat bukunya terkenal dan laris di pasaran.

Buku perdana Siti Fadilah diluncurkan pada Rabu malam (6/2). Buku setebal 182 halaman yang ditulis dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia itu berisi catatan hariannya selama mengupayakan perubahan mekanisme pertukaran virus dunia yang sudah berlaku selama lebih dari 50 tahun lalu itu, yang dinilai tidak adil, tidak transparan dan tidak mengakomodir kepentingan negara berkembang.

Buku itu juga memuat berbagai fakta tentang nasib sampel virus flu burung strain Indonesia yang dikirim ke Laboratorium Pusat Kolaborasi WHO, seperti adanya informasi bahwa sampel virus itu disimpan di laboratorium Los Alamos yang berada dibawah Kementerian Pertahanan Amerika Serikat dan kekhawatiran sampel virus itu akan dikembangkan menjadi senjata biologis.


www.news-independent.blogspot.com


JAKARTA 26 FEBRUARI 2008

CIDES: Indonesia Perlu Perluas Lahan Pertanian

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Indonesia mutlak perlu memperluas areal pertanian jika ingin meningkatkan produksi pangan, khususnya karena luas lahan terus berkurang 21 ribu hektar per tahun akibat alih fungsi lahan.

Direktur Eksekutif Center for Information and Development Studies (CIDES) Syahganda Nainggolan pada Seminar Penguatan Strategi Ketahanan Pangan Nasional di Jakarta, Senin, mengatakan, kepemilikan lahan rata-rata 0,25 hektar di Jawa sudah tak ideal lagi.

"Negara di dunia yang hendak membangun pertanian masih memperluas areal pertanian, misalnya AS, Brazil hingga Thailand. Kami berharap agar petani diberi kesempatan untuk memanfaatkan lahan-lahan negara," katanya.

Kegiatan ini, ujarnya, perlu didukung pelaksanaan Konsep Tata Ruang dan Tata Wilayah yang pro pertanian. Selain itu, pemerintah perlu mempercepat perbaikan administrasi dan sertifikasi lahan pertanian.

Untuk meningkatkan produksi pertanian, CIDES juga merekomendasikan penyediaan barang-barang input proses produksi pertanian seperti bibit unggul, pupuk, pembasmi hama, dan alat dan mesin pertanian yang murah dan terjangkau petani, ujarnya.

Pemerintah juga perlu intervensi dalam bentuk pendanaan seperti perbaikan infrastruktur irigasi di atas lahan 1,5 juta Ha yang rusak dan penambahan jalan baru yang menghubungkan daerah produsen pertanian dengan pasar, ujarnya. Menurut dia, dukungan infrastruktur selama ini kurang memadai khususnya bagi daerah yang bukan lumbung pangan.

"Bahkan pada wilayah yang diklaim lumbung pangan pun justru kontradiksi dengan keadaan misalnya NTB, Sumbar dan Lampung yang dikenal lumbung pangan justru ditemukan bukti banyaknya busung lapar dan malnutrisi," katanya.

Ia juga menyatakan perlunya kebijakan perlindungan bagi petani dari masuknya produk pangan impor dan membantu petani dalam pengelolaan hasil pertanian serta pemasarannya. "Jadikan impor sebagai alternatif terakhir untuk mengisi gap antara besarnya kebutuhan dan kekurangan produksi dalam negeri," katanya.

Syahganda juga menegaskan perlunya memperkuat peran Bulog dalam memberi jaminan harga serta penyerapan produk petani serta perlunya peningkatan riset dan pengembangan tidak saja teknologi benih tetapi juga input produksi lainnya.

www.news-independent.blogspot.com

JAKARTA 26 FEBRUARI 2008

Kualitas Pemilu Dapat Turun Jika Waktu Persiapan Terbatas

(RACHMAD YULIADI NASIR, rbacakoran at yahoo dot com)
INDEPENDENT-
Waktu yang dibutuhkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mempersiapkan pemilu semakin terbatas akibat jadwal pengesahan RUU Pemilu molor dan hal ini dapat menyebabkan kualitas pemilu menurun.

"Persiapan pemilu 2009 lebih pendek dari 2004, sementara tingkat kerumitan penyelenggaraan pemilu lebih besar," kata pengamat politik Eep Saefulloh Fatah, di Jakarta, Selasa, setelah diskusi "Politisasi Bank Indonesia Menjelang Pemilu 2009".

Menurut Eep, waktu menjadi kendala teknis bagi KPU untuk mempersiapkan pemilu. Namun saat ini waktu menjadi kendala politis karena banyak hal yang harus dilakukan dalam waktu yang sempit. Optimalisasi persiapan tidak banyak dilakukan sehingga mempengaruhi kualitas pemilu 2009.

Namun, ujarnya, kualitas pemilu secara keseluruhan tidak hanya ditentukan oleh persiapan melainkan juga pemilih. Eep menilai pemilih saat ini lebih pandai dibandingkan dengan periode lalu.

RUU Pemilu dijadwalkan disahkan pada Selasa (26/2), namun masih ada beberapa hal krusial yang belum disepakati sehingga pengesahan RUU diundur menjadi Kamis (28/2).
Menteri Dalam Negeri Mardiyanto di Kantor Kepresidenan mengatakan jika RUU Pemilu belum juga selesai maka KPU bisa mengantisipasi pekerjaan yang harus dilakukannya.
"'Dead lock' (kebuntuan) pembahasan RUU masih dalam tahap wajar dan diperkirakan akan segera bisa diselesaikan tanpa harus melalui voting," katanya.

"Voting juga bisa dilakukan, tapi memang sebaiknya tidak dengan voting. Peran pemerintah tentu untuk menyelesaikan RUU ini, dan tegas tidak masuk ke dalam voting itu. Karena kalau kita masuk dalam voting itu, berarti ada satu keberpihakan padahal kita tidak," katanya. Sejumlah perdebatan menghentikan pembahasan dalam forum lobi antar fraksi DPR saat bersama pemerintah membahas RUU itu.

Persoalan batas ambang atau 'electoral threshold' (batas minimum perolehan suara) dan soal pembagian sisa suara masih belum menemukan kesepakatan dan terancam diputuskan dengan voting.

Menanggapi persoalan tersebut, Eep menyatakan hal yang krusial dalam RUU Pemilu ini adalah pemakaian "electoral threshold" bersamaan dengan "parliamentary threshold" (PT, atau batas minimum perolehan kursi di parlemen. "Agak aneh. Kalau mau tentukan pilihan maka pilih salah satu PT atau ET dengan konsekuensi perubahan undang-undang partai," katanya.


www.news-independent.blogspot.com