Monday, January 21, 2008

19 JANUARI 2008

JAKARTA 19 JANUARI 2008

Demokrasi INDONESIA 2008 Sedang Bingung


Menjelang satu dekade era reformasi, nasib demokrasi di Indonesia masih menggantung. Sepanjang kurun waktu itu, demokrasi belum membawa kesejahteraan bagi rakyat. Yang terjadi hanya pergeseran elite politik, munculnya 'aktor bingung', dan pembajakan demokrasi di semua level.

Itulah benang merah diskusi tentang 'Refleksi Demokrasi 2007, Prospek 2008, dan Harapan 2009' di Gedung The Habibie Center, Jakarta, Jumat (18/1). Tampil sebagai pembicara, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego dan peneliti senior The Habibie Center Andrinof A Chaniago. ''Terjadi salah pengertian atau penyalahpengertian tonggak demokrasi,'' ujar Direktur Eksekutif The Habibie Centre, Ahmad Watik Pratiknya, saat membuka diskusi tersebut.

Pergeseran elite politik, menurut Watik, dari sebelumnya dikuasai birokrasi dan militer menjadi didominasi oleh kalangan berduit atau yang berpotensi mengeruk duit. Sedangkan salah pengertian tonggak demokrasi, seperti dalam praktik otonomi daerah (otda). ''Desain awal otda adalah untuk mendekatkan kekuasaan dengan rakyat. Tapi yang terjadi hanyalah mendekatkan jarak fisik tanpa kedekatan politik yang nyata. Jarak politik saat ini justru semakin lebar meski otda gencar didesakkan,'' ujar Watik.

Akumulasi kekuasaan
Indria Samego juga mengemukakan, demokrasi yang saat ini berkembang di Indonesia masih menjadikan politik sebagai satu-satunya tujuan. Kondisi ini diwarnai sistem yang tidak adil antara komunitas politik dan masyarakat sipil, sehingga dalam sepuluh tahun terakhir muncul simpul-simpul akumulasi kekuasaan baru yang tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat.

''Salah satu contohnya, terjadi kesenjangan kesejahteraan antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya. Ketika rakyat susah mendapatkan minyak tanah, misalnya, para anggota legislatif justru banjir insentif,'' ungkap Indria.

Di sisi lain, logika politik untuk kemenangan demokrasi tidak ada yang gratis, malah berbiaya tinggi. Indria berpendapat, besarnya biaya politik yang bila dicermati sebagian besar habis untuk keperluan lobi mengundang munculnya pertanyaan tentang makna demokrasi.

Indria juga menekankan, persoalan bangsa ini adalah abai pada moralitas dan etika politik. Dalam satu tahun terakhir saja, yang berlangsung adalah 'demokrasi mayoritas' tanpa peduli latar belakang dan dampak dari kebijakan yang dihasilkan dari pemenang pilkada.

Sementara Andrinof A Chaniago memetakan tiga kelompok aktor dalam menyikapi demokrasi. Kelompok pertama, setuju pentingnya demokrasi tetapi tidak mendukung peningkatan kualitas demokrasi. Mereka menjadikan demokrasi sekadar cara untuk meraih kekuasaan. Menurut Andrinof, Undang-undang (UU) No 2/2008 tentang Parpol yang baru disahkan adalah bentuk kemunduran demokrasi yang didukung kelompok ini. Fungsi pengawasan dijadikannya lebih lemah dan kewenangan partai justru semakin besar.

Kelompok kedua, adalah yang serius memihak demokrasi. Mereka berasal dari kalangan sipil, intelektual, dan media massa. Sayangnya, kelompok yang energik di awal reformasi ini belakangan seolah kehabisan energi. Lembaga negara atau kuasi lembaga negara baru, banyak yang berbalik menyerang mereka. ''Ini yang mengakibatkan demokrasi (Indonesia) menggantung,'' ujar Andrinof.

Ketiga, adalah kelompok bingung. Yaitu, mendukung demokrasi tetapi tidak punya sikap jelas. ''Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) termasuk di dalamnya,'' tuding Andrinof. Ketua Umum Partai Golkar itu, menurut Andrinof, pernah menyebut bahwa yang paling penting adalah tujuan dan demokrasi adalah alat. ''Yang perlu dipertanyakan adalah, alat apa yang dimaksud JK ini. Karena ada alat yang memiliki nilai sama dengan tujuan dan itu tidak dapat ditawar,'' katanya.

Pembajakan demokrasi, lanjut Andrinof, juga terjadi di level teknis dan operasional. Proses pilkada dan beragam seleksi lembaga negara, misalnya, memunculkan kontradiksi yang memicu ketidakpuasan. Untuk mengurangi faktor risiko mobilisasi massa yang berakhir kekerasan dalam demokrasi, Andrinof melemparkan wacana perlunya menaikkan usia minimal pemilih pertama, dari 17 tahun menjadi 21 tahun. ''Hal ini juga menjadi solusi dari sikap para tokoh politik yang enggan berkata 'jangan' kepada para pendukungnya yang memperlihatkan gejala anarkis,'' tandasnya.

Awal Tahun 2008, Flu Burung Beraksi lagi

Penyakit flu burung terus mengintai korbannya. Setelah di Bekasi, kasus serupa menimpa Satya Muhammad Utha Negoro (delapan taun) meninggal, Jumat (18/1) pukul 04.00 WIB. Bocah yang tinggal di di RT 5/RW 3 Kelurahan Petir, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang ini meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit (RS) Cengkareng dan RS Soelianti Saroso.

Untung Nur Cahyo (40), ayah Satya, mengatakan, anaknya sudah menderita demam disertai batuk-batuk selama sepuluh hari. "Saya membawa anak saya ke RS Cengkareng, Rabu (16/1), karena demamnya tidak kunjung sembuh," kata pria yang bekerja sebagai kuli bangunan ini.

Di RS Cengkareng, Satya yang tercatat sebagai siswa kelas satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) Petir 2 ini dirawat di ruang Pepaya. Dokter yang merawatnya menyatakan Satya menderita demam berdarah dengue (DBD). "Namun, beberapa jam berikutnya dokter terrsebut mengatakan bahwa anak saya menderita infeksi saluran pernafasan dan diduga menderita flu burung," kata Untung.

Hari itu pula pihak RS Cengkareng memberikan surat rujukan agar Satya dirawat di RS Soelianti Saroso. Pada Kamis (17/1), Satya tiba di RS Soelianti Saroso dan langsung mendapatkan perawatan. Pada Jumat (18/1) pukul 04.00 WIB, Untung mendapat kabar bahwa anaknya telah meninggal. Dia menerima serfikat medis penyebab Kematian yang dikeluarkan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dalam sertifikat itu tercantum bahwa Satya meninggal karena infeksi. "Namun, dokter yang merawat anak saya mengatakan bahwa Satya meninggal karena flu burung," kata Untung didampingi istrinya, Tati (30).

RS Soelianto Saroso membawa jenazah Satya ke kediamannya. Pihak keluarga langsung mempersiapkan pemakaman Satya. Pada Jumat (18/1) pukul 10.30 WIB Satya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Petir. "Saya ikhlas melepas kepergian anak saya," kata Untung. Ditanya ada tidaknya unggas di sekitar rumahnya, Untung menjelaskan, tidak jauh dari rumahnya terdapat tempat jual beli ayam hidup.

Penyembelihan ayam juga dilakukan di lokasi itu. Satya diperkirakan bermain ke tempat itu dan melakukan kontak dengan ayam mati. Meski demikian, Untung tidak mau menyalahkan pihak lain atas kematian anaknya. Dia berharap anaknya merupakan korban terakhir flu burung. Biaya pengobatan Satya di RS Cengkareng sebesar Rp 1,2 juta, sedangkan biaya pengobatan di RS Soelianti Saroso ditanggung pemerintah.

Sementara, Maman Tarmizi, anggota Tim Parcitipatory Desease Survey (PDS), Dinas Pertanian, Kota Tangerang, mengatakan, di RW 3 Kelurahan Petir sudah tercatat beberapa kali ada unggas yang ditemukan mati mendadak. "Dalam tiga bulan terakhir ada sekira 10 ekor unggas yang mati mendadak," kata Maman. Unggas yang mati itu, menunjukkan gejala-gejala flu burung.

Sementara itu, Dinas Kesehatan Kota Bekasi melakukan uji sampel darah terhadap 16 0rang warga di RW 01, Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan Kota Bekasi. Namun, hal tes menyatakan semuanya negatif. Uji sampel darah ini dilakukan menyusul meninggalnya YF, warga setempat akibat flu burung, Selasa (15/1) lalu di RS Persahabatan, Jakarta Timur.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Wirda Saleh menyatakan meski hasil uji laboratorium atas sampel darah 16 warga tersebut negatif, pihaknya tetap melakukan pengawasan selama sepuluh hari. Selanjutnya akan dilakukan lagi tes ulang.''Untuk tes ulang ini akan dilakukan oleh petugas dari Departemen Kesehatan," kata Wirda.

Reksadana Syariah PNM Kuasai 16 Persen Pasar

PT PNM Investment Management (IM) menyatakan tiga produk reksadana syariah (RDS)-nya menjaring dana kelola investasi syariah hingga Rp 350 miliar pada akhir 2007. Dana tersebut merupakan 16,05 persen dari total dana kelola investasi seluruh di Indonesia yang jumlahnya mencapai Rp 2,1 triliun.

Ketiga RDS dimaksud adalah RDS PNM Amanah Syariah berjenis pendapatan tetap dengan dana kelola sebesar Rp 73,178 miliar, RDS PNM Syariah berjenis pendapatan campuran Rp 145,729 miliar dan PNM Ekuitas Syariah berjenis pendapatan saham Rp 134,755 miliar.

"Hingga akhir tahun lalu tepatnya 28 Desember tahun lalu, dana kelola reksadana syariah PNM tercatat sebesar Rp 350 miliar dan mengkomposisi sekitar 16,05 persen dari pasar," kata Senior Vice Manager Marketing PNM IM, Ervina Julianty.

Menurut Ervina, besarnya pangsa dana kelola RDS PNM diikuti dengan signifikannya return sejumlah RDS tersebut. Hingga akhir 2007, perolehan return RDS Ekuitas PNM mencapai 47,31 persen meski baru diterbitkan pada 1 Agustus tahun lalu. Sedangkan, return RDS PNM Syariah hingga akhir tahun lalu mencapai 44,77 persen. Untuk return RDS PNM Amanah Syariah hingga akhir tahun lalu mencapai 13,63 persen.

Lebih lanjut Ervina mengungkapkan, return RDS PNM masih berpotensi terus meningkat hingga akhir tahun ini karena RDS campuran dan RDS saham masih menjadi primadona bagi berbagai investor. `'Tahun ini, kita masih optimis untuk yang reksadana syariah campuran dan saham masih menjadi primadona,'' katanya. Meskipun ia mengaku terdapat sejumlah kendala seperti ancaman resesi ekonomi AS dan lonjakan harga minyak dunia.

Selain itu, menurut Ervina, harapan pasar atas penerbitan sukuk pemerintah tahun ini juga bisa menjadi pemicu meningkatnya pertumbuhan return RDS PNM hingga akhir tahun ini. Karena itu, ia mendorong agar DPR segera mengesahkan RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun ini. Pasalnya, RUU tersebut akan menjadi landasan bagi penerbitan sukuk pemerintah.

"RUU SBS seharusnya segera keluar karena pasar sangat menantikan sukuk. Apalagi pada 2008 ini, banyak obligasi syariah yang jatuh tempo. Kalau sukuk pemerintah keluar, ini bisa mendorong return reksadana syariah menjadi lebih menarik," katanya.

Banyak Pejabat Direkrut BIN


Mantan menteri koordinator perekonomian, Rizal Ramli, mengungkapkan, banyak pejabat di kalangan departemen atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kerap direkrut untuk menjadi agen Badan Intelijen Negara (BIN). ''Ada yang sebagai agen, ada juga yang semiagen,'' ungkap Rizal saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan pembunuhan aktivis Munir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (18/1).

Rizal adalah salah satu saksi yang meringankan mantan direktur utama Garuda, Indra Setiawan, yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Menurut dia, sangat mungkin bagi BIN untuk meminta tolong kepada PT Garuda dalam hal kerja intelijen dan kerja sama strategis. Terlebih bila permintaan tersebut dilakukan dengan cara mengirimkan surat ke atasan atau pimpinan departemen/BUMN. ''BIN (memang) sering minta bantuan ke BUMN,'' ujar Rizal.

Bahkan, saat menjabat sebagai menteri keuangan, Rizal menambahkan, ada anak buahnya yang diketahui direkrut menjadi anggota BIN untuk membantu lembaga resmi negara itu. Rizal pun mengaku pernah ditawari menjadi penasihat BIN di bidang perekonomian, namun tawaran itu ditolaknya. Dia beralasan pekerjaan tersebut bertolak belakang dengan karakter akademisi dan aktivis yang digelutinya. ''Padahal, gaji yang ditawari cukup besar,'' selorohnya.

Usai mendengarkan keterangan Rizal, majelis hakim yang dipimpin Heru Pramono, menghadirkan Indra Setiawan sebagai saksi atas dirinya sendiri. Dalam kesaksiannya, Indra mengungkapkan, surat tugas yang dikeluarkannya untuk Pollycarpus dibuat atas dasar surat permohonan BIN. Surat itu dia terima langsung dari Pollycarpus sekitar bulan Juni atau Juli 2003. ''Wallahi, surat itu memang ada,'' ujar Indra.

Mantan direktur niaga Merpati Airlines inipun menambahkan, dia sama sekali tidak mengira kalau surat yang diterimanya saat bertemu Pollycarpus di Hotel Sahid itu mempunyai keterkaitan dengan peristiwa meninggalnya Munir di pesawat Garuda pada 6 September 2003. Dengan alasan itulah Indra menjelaskan kalau dia baru membeberkan perihal surat BIN saat persidangan yang menjadikan dirinya terdakwa. Ditanya di mana keberadaan surat itu sekarang, Indra mengatakan, surat BIN yang ditandatangani wakil kepala BIN, As'ad, itu hilang pada 31 Desember 2004. ''Hilangnya di belakang Hotel Sahid pada waktu shalat Jumat,'' katanya. ade

Misteri Surat Bantahan Budi Santoso

Selebaran gelap berisi bantahan agen Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Santoso, beredar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (18/1), saat persidangan terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Munir, Indra Setiawan. Surat yang tidak bertanggal itu menggunakan kop Kedutaan Indonesia di Pakistan, Islamabad, dan ditandatangani oleh Budi Santoso dengan jabatan Agen Madya Intelijen Negara.

Tumpukan salinan surat itu diletakkan begitu saja oleh seseorang di salah satu kursi panjang di koridor lantai dua gedung PN Jakarta Pusat. Dalam surat itu, orang yang mengaku bernama Budi Santoso tersebut menyatakan sebagian besar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang Selasa, 15 Januari 2008, sudah diubah dan direkayasa oleh pihak kepolisian.

Surat itu menuturkan BAP atas nama Budi Santoso tertanggal 3 Oktober 2007 dan 8 Oktober 2007 seharusnya merupakan pelengkap saja dan tidak dibawa ke persidangan karena pada tanggal itu perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan sehingga polisi tidak lagi berwenang menyidik.

Dalam surat itu, orang yang mengaku Budi Santoso itu mengatakan pemeriksaannya di depan penyidik kepolisian karena adanya perintah langsung melalui telepon dari Seskab (dalam surat tertulis Mensesneg-Red) Sudi Silalahi atas petunjuk Presiden kepada Kepala BIN, Syamsir Siregar. Sayangnya, nomor ponsel Budi Santoso yang tertera dalam surat tersebut tak bisa dihubungi. Tak hanya itu, short message service yang dikirimkan Republika untuk mengonfirmasi pernyataan Budi pun tak bisa terkirim. Seperti diketahui, Budi Santoso tak hadir di persidangan setelah dipanggil tiga kali oleh JPU.

Menurut surat Kepala BIN, Syamsir Siregar, kepada JPU, Budi Santoso tidak bisa memenuhi panggilan pengadilan karena tengah menjalani tugas negara tertutup di luar negeri.

Moerdiono pun Kembali Jadi Mensesneg Soeharto

Wajahnya tenang, matanya berkedip-kedip. Suaranya khas, pelan, dan bertutur. Di luar kebiasaan, Moerdiono, mantan menteri Sekretaris Negara di masa Soeharto tampil dalam jumpa pers rutin Tim Dokter Kepresidenan, Jumat (18/1) pagi. Kehadiran Moerdiono sontak mengingatkan pada masa dia menjadi mensesneg. Biasanya usai sidang kabinet atau mengumumkan kebijakan pemerintah, pemirsa televisi khususnya TVRI sering geregetan dengan cara bertutur Moerdiono yang pelan dan sering kali terbata-bata.

Mantan suami dari penyanyi dangdut Machicha Mochtar ini ditunjuk menjadi juru bicara keluarga Cendana. Ketua tim dokter kepresidenan (TDK), dr Mardjo Subiandono, mengatakan, Moerdiono datang atas undangan TDK. ''Kami mengajak Pak Moerdiono untuk mewakili keluarga (Soeharto),'' kata Mardjo singkat. Kehadiran pihak keluarga Cendana baru terjadi sekali ini selama 15 hari Soeharto dirawat di RSPP.

Mardjo menilai, keberadaan Moerdiono bersamanya dan wartawan penting agar apa yang terjadi di jumpa pers juga diketahui keluarga Soeharto. ''Jadi, apa yang kita laporkan di sini diketahui keluarga.'' Moerdiono yang sering terlihat membesuk Soeharto, duduk tepat di sebelah kanan ketua tim dokter kepresidenan, Mardjo Soebiandono. Padahal, selama jumpa pers di RSPP, tidak ada satu pun pihak Pak Harto yang mendampingi tim dokter.

Kepada pers, Moerdiono mengatakan, kehadirannya mengikuti nasihat dari Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Menurut MKEK, pihak keluarga pasien sebaiknya hadir dalam pembeberan keterangan medis pasien. ''Menurut nasihat MKEK keluarga sebaiknya hadir. Saya diminta mewakili keluarga. Sederhana saja,'' katanya.

Munculnya Moerdiono di tengah jumpa pers rutin mengikuti sejumlah peristiwa lain terkait informasi kesehatan penguasa Orde Baru, Soeharto. Pertama adalah adanya pesan singkat ke TDK terkait kode etik pembeberan informasi kesehatan pasien. Setelah tiap dokter TDK dikirim pesan singkat dari MKEK itu, TDK mulai pelit bicara terhadap wartawan. Informasi kesehatan Soeharto yang tadinya cukup mudah diperoleh dan gamblang untuk awam, kini terasa hambar.

TDK hanya menyampaikan informasi secara garis besarnya saja. Dr Mardjo berkelit kalau apa yang dilakukannya untuk mencegah simpang siur informasi kesehatan dan wartawan salah menulis berita. Memang, di dalam UU Praktik Kedokteran membolehkan rahasia kesehatan pasien diungkap. Asal memenuhi empat syarat, yaitu demi kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien sendiri, dan berdasarkan undang-undang.

Dr Djoko Rahardjo sebelumnya mengatakan keluarga Cendana tidak keberatan perihal 'blak-blakan' informasi Soeharto ke publik. Bahkan, keluarga Cendana sudah menandatangani surat, hitam di atas putih, bahwa mereka tidak keberatan informasi kesehatan Soeharto dibuka ke publik. Apakah kehadiran Moerdiono itu untuk mengatasi agar pemberitaan kondisi kesehatan Soeharto tidak melenceng, dengan lugas Moerdiono menjawab, ''Tanya saja ke MKEK.'' Jumpa pers rutin kesehatan Soeharto pada Jumat inipun berlangsung singkat. TDK hanya menjawab singkat tiap pertanyaan wartawan.

Tetap Labil
Secara umum, papar dr Mardjo, kondisi kesehatan Soeharto tetap labil. Pernapasannya masih dibantu mesin ventilator dan fungsi jantung serta paru-parunya belum stabil. Apalagi tanda-tanda infeksi sistemik masih belum berhasil dihilangkan oleh tim dokter.

Dr Hadiarto Mangunnegoro menambahkan paru-paru Soeharto meski sudah dibantu alat continous venous vena haemodyalisis (CVVHD) tetap terendam cairan. ''Kadang banyak, kadang sedikit,'' papar Hadiarto yang ahli paru-paru ini. Akibat penumpukan cairan tersebut, kerja jantung Soeharto tetap terganggu. Namun demikian, ia mengungkapkan ada berita baik dari paru-paru. ''Belum ada tanda-tanda pnemonia yang jelas,'' katanya.

Sementara dr Harryanto Reksodiputro mengatakan memang sudah ditemukan infeksi di tubuh Soeharto. Tapi infeksi itu tidaklah segawat yang diperkirakan. Apakah sudah terjadi emboli (adanya gelembung udara dalam darah)? dr Harryanto menjawab belum. ''Sejak semula kita cegah kalau itu terjadi,'' tukasnya. Yang pernah ada hanya gangguan oksigenasi yang sekarang diklaim sudah normal.

Menyimpulkan kondisi kesehatan Soeharto, dr Mardjo mengatakan kondisi kesehatan Soeharto Jumat pagi lebih buruk dari Kamis malam. Untuk itu TDK berencana menambah lagi darah ke tubuh Soeharto. ''Kita mau transfusi 300 cc darah untuk menambah HB jadi 8,9,'' pungkasnya.

Wassalam

Rachmad
Independent
rbacakoran at yahoo dot com

www.rachmadindependent.blogspot.com
www.news-independent.blogspot.com