Wednesday, January 30, 2008

HABIBIE:PAK HARTO HANYA MAU DITEMUI SECARA BATIN

JAKARTA 31 JANUARI 2008

Habibie: Pak Harto Hanya Mau Ditemui Secara Batin
Mantan Presiden RI, Bacharudin Jusuf Habibie, mengungkapkan bahwa pertemuan terakhirnya dengan mantan Presiden Soeharto terjadi pada tanggal 21 Mei 1998 atau saat Soeharto menyatakan lengser (mengundurkan diri). Namun, setelah itu hingga akhir hayatnya, Soeharto tidak memperbolehkannya lagi bertemu secara fisik.

''Kamu tidak boleh bertemu dengan saya. Laksanakan tugasmu sebaik mungkin. Saya yakin kamu bisa,'' kata Habibie mengutip perkataan Soeharto di Washington DC, Selasa (29/1) malam.

Kutipan tersebut disampaikan Habibie untuk menjawab pertanyaan ketika melakukan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Washington. Seorang peserta pertemuan memintanya agar bercerita tentang kenangan yang diingatnya tentang Soeharto yang telah wafat pada Ahad (27/1) lalu.

Habibie mengatakan Soeharto adalah sosok senior yang sangat dihormatinya. Menurut dia penolakan bertemu itu sebagai sikap yang menginginkan agar dirinya dapat melaksanakan tugas sebagai presiden tanpa harus tergantung pada Soeharto.

''Tetapi saya menuntut untuk bertemu karena ingin minta masukan tentang berbagai masalah pelik yang harus saya hadapi pada saat yang bersamaan. Tetapi beliau mengatakan; Tidak! Kita bertemu secara batin saja,'' ujar teknokrat yang sempat bertugas sebagai Presiden RI selama 17 bulan itu.

Selain tidak hanya sulit bertemu secara fisik, Habibie juga mengaku semenjak lengser dirinya tidak lagi dapat berbicara langsung dengan Soeharto. ''Terakhir saya berbicara dengan Pak Harto lewat telepon. Tanggalnya ya 9 Juni 1998 atau satu hari setelah beliau ulang tahun,'' ujarnya.

Dalam acara itu, kendati tak terlalu kentara, BJ Habibie sempat menyiratkan penyesalannya tidak sempat bertemu dengan Soeharto sebelum pemimpin Orde Baru itu menghembuskan nafas terakhir dan menghadiri pemakaman. Ketika Soeharto wafat, ujar Habibie, ia baru tiba di Washington dan tidak memungkinkan bagi dirinya untuk kembali ke Indonesia.

''Minggu siang saya telepon (Jakarta, red), dan tanya bagaimana keadaan Pak Harto? Saya diberi tahu, membaik. Alhamdulillah. Tetapi kemudian paginya saya diberi tahu, Pak Harto sudah tidak ada. Mau kembali, tidak memungkinkan,'' katanya.

Habibie berada di Washington antara lain untuk memenuhi undangan Usindo (Masyarakat Indonesia-Amerika) dan bertemu dengan beberapa rekannya yang pernah bertugas sebagai duta besar Amerika Serikat untuk Indonesia.

Pada 15 Januari 2008, ujar Habibie, ia dan istrinya, mantan ibu negara Ainun Habibie, sempat menengok Soeharto di RS Pusat Pertamina. Ia bercerita, dirinya berangkat dari Jerman pada 14 Januari karena mendengar Soeharto dalam keadaan yang sangat kritis.

''Karena mendadak, saya sempat tidak dapat tiket. Waktu itu pesawat Lufthansa sudah tidak ada tempat. Tiket untuk ekonomi habis. Bisnis pun habis. Tetapi saya beruntung. Saya telepon Dirut Lufthansa, ternyata beliau dapat mengusahakan. Akhirnya bisa juga saya ke Indonesia,'' ujarnya. Setibanya di Jakarta setelah terbang selama 20 jam, Habibie dan keluarga langsung menuju RS Pertamina, namun sayang tidak dapat mendekati Soeharto.

''Dokter menjelaskan kenapa Pak Harto tidak bisa didekati. Akhirnya kami berdoa untuk beliau, yang jaraknya sekitar tiga meter. Memang hanya tiga meter, tetapi (sayang) tidak bisa ketemu,'' ujarnya.

Tentang wafatnya Soeharto, Habibie mengajak masyarakat untuk mendoakan Soeharto, termasuk mendoakan pengampunan bagi kesalahan yang pernah dibuat Soeharto.

''Kita sebagai manusia yang berbudaya, hanya bisa memanjatkan doa. Tidak ada orang yang sempurna,'' katanya.

WASSALAM
RACHMAD YULIADI NASIR
INDEPENDENT
rbacakoran at yahoo dot com